Mattiro Walie, Bone – Dugaan penyimpangan pengelolaan Dana Desa di Mattiro Walie, Kecamatan Mare, Kabupaten Bone, semakin menguat. Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, desa ini telah menerima kucuran anggaran miliaran rupiah, tetapi realisasi proyek-proyeknya sarat dengan ketidakjelasan. Masyarakat pun mulai gerah dan mendesak aparat penegak hukum untuk turun tangan.
Sejak tahun 2019 hingga 2024, berbagai proyek telah dicanangkan, mulai dari pembangunan infrastruktur jalan, drainase, penyertaan modal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), hingga pengadaan alat produksi pertanian. Namun, berdasarkan pantauan di lapangan, banyak proyek yang diduga tidak sesuai spesifikasi, mangkrak, atau bahkan fiktif.
Rincian Penggunaan Dana Desa yang Dipertanyakan:
Tahun 2019: Rp 450 juta untuk sistem pembuangan air limbah, Rp 445 juta untuk pengerasan jalan, Rp 320 juta untuk penyertaan modal BUMDes.
Tahun 2020: Rp 238,5 juta untuk rehabilitasi lingkungan permukiman, Rp 49,4 juta untuk jalan desa.
Tahun 2021: Rp 132,4 juta untuk pemeliharaan jalan permukiman, Rp 171,6 juta untuk pembangunan pos ronda, Rp 100 juta untuk penyertaan modal.
Tahun 2022: Rp 96,3 juta untuk pemeliharaan gang dan gorong-gorong, Rp 198,4 juta untuk alat produksi pertanian.
Tahun 2023: Rp 50 juta untuk penyertaan modal, Rp 196,1 juta untuk pembangunan gang, Rp 19,5 juta untuk pemeliharaan jalan desa, Rp 286 juta untuk alat kandang ternak dan alat pertanian.
Tahun 2024: Rp 160,2 juta untuk rehabilitasi balai kemasyarakatan, Rp 106,4 juta untuk penggilingan padi/jagung.
Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan kondisi yang bertolak belakang. Warga mengeluhkan banyak proyek yang kualitasnya buruk, tidak berfungsi sebagaimana mestinya, bahkan beberapa di antaranya tidak terealisasi sama sekali.
“Setiap tahun ada anggaran besar, tapi jalan tetap rusak dan drainase tidak berfungsi. Kami curiga ada permainan anggaran,” ungkap seorang warga yang enggan disebut namanya.
Dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Pasal 72 ayat 1 menegaskan bahwa Dana Desa harus digunakan untuk membangun desa secara transparan dan akuntabel. Namun, dugaan penyalahgunaan dana desa di Mattiro Walie justru mengarah pada potensi pelanggaran Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Masyarakat kini mendesak agar aparat penegak hukum segera bertindak. Mereka menuntut transparansi serta audit menyeluruh terhadap penggunaan dana desa. Jika dalam waktu dekat tidak ada kejelasan dan langkah konkret, warga berencana melaporkan kasus ini ke Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kasus ini tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Negara telah menggelontorkan dana desa dalam jumlah besar untuk kesejahteraan rakyat, bukan untuk dikorupsi oleh segelintir pihak. Tim investigasi akan terus mengawal perkembangan kasus ini guna memastikan anggaran digunakan sesuai dengan tujuan awalnya.
Red/Tim